Minggu, 22 Februari 2009

KONSELOR DAN GURU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN DALAM PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN [1]

Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd [2]

I. PENDAHULUAN

Kita semua sadar dan paham, bahwa pendidikan yang merupakan salah satu pilar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi rakyat Indonesia akhir-akhir ini mendapat sorotan yang serius dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan karena adanya penilaian oleh berbagai pihak terkait tentang rendahnya kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam yang jauh terpuruk karena perang yang berkepanjangan.

Kita tidak sedang mencari kambing hitam dan meratapi ketinggalan tersebut, tetapi mencoba menggugah kesadaran sendiri, bahwa pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan dan pembangunan suatu bangsa, tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia.

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam dokumen ini dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup:

1. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,

2. beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,

3. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan

4. kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

II. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

Paradigma baru dalam pendidikan Indonesia sekarang ini adalah diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.

Suatu hal yang harus disadari bersama adalah, KTSP disusun dan dilaksanakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan. Mengacu pada pengalaman selama ini ---dimana telah terjadi berbagai perubahan kurikulum--- menurut hemat saya bahwa, perubahan kurikulum tersebut tidak membawa perubahan kualitas pendidikan yang signifikan tanpa dibarengi oleh perubahan personal pelaksana pendidikan terutama para guru.

Cobalah kita jujur dan mawas diri atas tiga pertanyaan berikut dari sekian banyak pertanyaan:

  1. Bagaimanakah kinerja dan/atau perilaku kita dalam pembelajaran mengikuti tuntutan kurikulum terbaru?
  2. Bagaimanakah kita menempatkan siswa dalam pembelajaran?
  3. Bagaimanakah kita memandang LKS, buku paket, laboratorium, dan media pembelajaran lainnya?

Sehubungan dengan pelaksanaan KTSP perlu diingat tentang prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dan prinsip-prinsip pelaksanaan kurikulum (Depdiknas, 2006a). Salah satu hal yang paling menarik perhatian saya ---bukan berarti prinsip yang lain tidak menarik--- dalam prinsip pelaksanaan kurikulum adalah:

Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).

Jika setiap guru mampu menafsirkan dan mengaplikasikan prinsip ini dalam pembelajaran, niscaya peningkatan kualitas pendidikan kita bukan suatu hal yang jauh panggang dari api, namun pelan tetapi pasti meningkat kualitasnya.

III. PENGEMBANGAN DIRI DALAM KONTEKS KTSP

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang tandar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa struktur kurikulum pada setiap satuan pendidikan memuat tiga komponen, yaitu: mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Komponen pengembangan diri meliputi kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler.

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum tingkat satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan social, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler (Anonim, 2006).

Kegiatan pengembangan diri dalam bentuk pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan ekstra kurikuler yang dilakukan oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan diarahkan agar setiap peserta didik dapat mencapai tugas-tugas perkembangan siswa SMA (Depdiknas, 2006c), yaitu meliputi:

  1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;
  2. Mencapai kematangan dalam hubungan antar teman sebaya, serta peranannya sebagai pria atau wanita;
  3. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmani sehat;
  4. Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas;
  5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir;
  6. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri baik secara emosional, sosial, intelektual, dan ekonomi;
  7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara;
  8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni;
  9. Mencapai kematangan dalam etika sistem dan nilai.

IV. PERAN DAN TUGAS KONSELOR DALAM PENGEMBANGAN DIRI PESERTA DIDIK

Mengacu pada rumusan pasal 1 ayat (1) dan (6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jelas tereksplisitkan bahwa peran dan tugas konselor (sebagai pendidik) adalah mewujudkan (a) suasana belajar, dan (b) proses pembelajaran. Ke arah terwujudkannya dua hal itulah konselor melaksanakan tugas-tugas profesionalnya dengan landasan standar kompetensi konselor (Prayitno, 2004).

1. Suasana Belajar

Suasana belajar dalam hal ini adalah dalam kegiatan konseling, yaitu kondisi yang terjadi pada klien yang menjalani proses konseling. Kondisi tersebut dapat amat bervariasi. Ada klien yang sangat antusias dan dengan motivasi tinggi mengikuti proses konseling yang sedang berlangsung; sebaliknya, mungkin ada juga klien yang secara fisik berada di dalam proses konseling, namun tanpa semangat, tanpa motivasi untuk melibatkan diri, atau bahkan ingin melepaskan diri dari proses konseling tersebut. Untuk peserta didik yang disebut pertama berkembang suasana belajar yang merangsang, aktif dan proaktif yang mengarah kepada kondisi meaningful learning, sedangkan untuk peserta didik yang disebut kedua berkembang suasana indolensi (tidak bersemangat, malas, bosan, murung, tanpa harapan) yang mengarah kepada kondisi no-learning. Di antara kondisi meaningful learning dan no-learning itu dapat berkembang kondisi rot learning (suasana kacau dalam belajar) atau rote learning (belajar hanya sekedar menghafal). Konselor professional berkewajiban mewujudkan kondisi meaningful learning di satu sisi, dan di sisi lain menghindarkan berkembangnya rote learning, rot learning, apalagi no-learning. Wahana untuk mewujudkan meaningful learning pada klien adalah proses konseling yang efektif.

2. Proses Pembelajaran

Proses bembelajaran, yang dalam pelayanan konseling berbentuk proses konseling merupakan kondisi yang secara dinamis, strategis dan langsung dikembangkan oleh konselor terhadap klien. Proses konseling inilah yang menjadi tugas pokok konselor professional (menurut Strike & Soltis, 1985 bahwa “puncak tanggung jawab pendidik terletak pada proses pembelajaran”. Dalam kaitan ini, maka “puncak tanggung jawab konselor terletak pada proses konseling” yang mendukung tercapainya tugas-tugas perkembangan dan dikuasainya kompetensi lulusan oleh setiap peserta didik.

Sehubungan dengan sembilan tugas perkembangan yang harus dicapai oleh setiap siswa sebagaimana tersebut di atas, secara khusus konselor diharapkan menyajikan materi atau tema-tema yang dijadikan bahan pelayanan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir; yaitu dalam penjabaran sebagai berikut:

1. Bimbingan Pribadi

a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang kreatif dan produktif.

c. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta dalam penyaluran dan pengembangannya.

d. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.

e. Pemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan.

f. Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.

g. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah.

2. Bimbingan Sosial

a. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.

b. Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.

c. Pemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik di rumah, sekolah, tempat bekerja maupun dalam masyarakat.

d. Pemantapan kemampuan pengembangan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya baik di lingkungan sekolah yang sama maupun di luar sekolah.

e. Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi sekolah dan upaya pelaksanaanya secara dinamis serta bertanggung jawab.

f. Orientasi tentang hidup berkeluarga.

3. Bimbingan Belajar

a. Pemantapan sikap dan kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif, efisien serta produktif, dengan sumber belajar yang lebih bervariasi.

b. Pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.

c. Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah lanjutan tingkat atas sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian.

d. Pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.

e. Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi.

4. Bimbingan Karir

a. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan

b. Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan

c. Pemantapan pengembangan diri berdasarkan IQ, EQ dan SQ untuk pengambilan keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya

d. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kepentingan hidup

e. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan

Materi pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka pengembangan diri peserta didik sebagaimana dipaparkan di atas, dimaksudkan untuk mencapai kompetensi lulusan SMA sebagaimana digariskan/ditetapkan oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP). Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C sebagaimana penulis kutip dari Depdiknas (2006b), adalah:

1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja

2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya

3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya

4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial

5. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global

6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif

7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan

8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri

9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik

10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks

11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial

12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab

13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya

15. Mengapresiasi karya seni dan budaya

16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok

17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan

18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun

19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat

20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain

21. Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis

22. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris

23. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi

V. AKHIR KATA

Guru dan konselor sudah seharusnya berkolaborasi dan melibatkan pihak komite sekolah serta lingkungan sekitar untuk mengembangkan pendidikan mulai dari penyusunan KTSP sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya.

Dalam workshop KTSP ini, silahkan Bapak/Ibu guru (dan konselor) berdiskusi merumuskan kurikulum terbaik yang sesuai dengan kondisi SMA 2 Bae dan lingkungan sekitarnya. Galilah berbagai kemungkinan dengan sumber dan rujukan yang relevan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran di SMA 2 Bae. Konselor dan guru merupakan agen perubahan dalam pendidikan, dan workshop ini dapat dijadikan starting point perubahan tersebut. Insya Allah apa yang Bapak/Ibu lakukan merupakan amal ibadah yang terus mengalir pahalanya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Panduan pengembangan diri untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: BSNP.

Depdiknas. 2003. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jakarta: Depdiknas RI.

--------. 2005a. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Jakarta: Depdiknas RI.

--------. 2005b. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Jakarta: Depdiknas RI.

--------. 2006a. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standard isi (SI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

--------. 2006b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang standard kompetensi lulusan (SKL).

--------. 2006c. Workshop pelaksanaan KBK SMP di PPGT-VEDC Malang tanggal 14-21 Juli 2006. Malang: PPGT-VEDC Malang.

PB ABKIN. 2005. Standar kompetensi konselor Indonesia. Bandung: Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.

Prayitno. 2004. Pengembangan kompetensi dan kebiasaan siswa melalui pelayanan konseling. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Padang.

--------. 2005. Pokok-pokok kompetensi utama minimal konselor. Makalah disajikan pada Temu Karya nasional Pengembangan Kurikulum Jurusan/Program Studi Bimbingan Konseling. Padang: Universitas Negeri Padang. 27-29 Mei 2005.



[1] Makalah disajikan dalam Workshop KTSP SMA 2 Bae Kudus: Sabtu, 4 Nopember 2006

[2] Lektor Kepala Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah dpk pada Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus

Tidak ada komentar: