Selasa, 07 Oktober 2008

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd.

Lektor Kepala / Pembina Utama Muda

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus

Disajikan dalam in house training SMK 2 Kudus: Selasa, 23 September 2008

A. PENDAHULUAN

Ibu dan Bapak telah melakukan tugas profesional sebagai guru sejak sekian tahun yang lalu, ada yang sudah belasan tahun, bahkan likuran tahun. Beratus-ratus murid sudah lulus dididik Ibu dan Bapak, dan sekarang banyak di antara Ibu dan Bapak sudah mencapai jenjang pangkat IV/a. Sudah puaskah Ibu dan Bapak dengan kondisi sekarang? Renungkan dan nikmati perasaan Ibu dan Bapak, puas atau tidak puas.

Sekarang kita coba telusuri perjalanan karir Ibu dan Bapak sebagai guru. Karir kepangkatan IV/a telah dicapai dengan lancar, mulus, tidak ada hambatan yang berarti. Bagaimana dengan IV/b? Sudah berapa tahunkah pangkat IV/a Ibu dan Bapak sekarang ini? Hambatan apakah yang ada dalam menembus jenjang IV/b? Keluarga? Kemampuan dan kecakapan? Atasan kerja? Birokrasi? Atau.......?

Berbagai pertanyaan yang merupakan hambatan dalam mencapai jenjang IV/b tersebut mestinya terjawab dalam In House Training hari ini, dan dipecahkan dinding es tersebut, mulai di sini dan sekarang.

Pengembangan profesi, ya, pengembangan profesilah yang dianggap sebagai biang keladi mandegnya pangkat Ibu dan Bapak di IV/a. Sejak II/b –bagi guru yang berijazah awal SM/D3, dan III/a bagi guru yang berijazah awal S1—karir dan pangkat otomatis sudah dinikmati semua guru, sehingga jujur saja, banyak diirikan oleh pegawai yang lain, termasuk dosen –yang tidak akan naik pangkat tanpa kegiatan penelitian yang di pendidikan dasar dan menengah disebut sebagai pengembangan profesi.

Pengembangan profesi sebenarnya bukan hanya kegiatan penelitian. Dalam Petunjuk Praktis Pengembangan Profesi Bagi Jabatan Fungsional Guru (Depdiknas, 2001: 2) disebutkan bahwa kegiatan pengembangan profesi meliputi:

  1. karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan;
  2. menemukan teknologi tepat guna;
  3. membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;
  4. menciptakan karya seni; dan
  5. mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum

Untuk memenuhi jumlah angka kredit dari pengembangan profesi, guru dapat memilih kegiatan di antara lima jenis kegiatan tersebut, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun, bila seseorang guru merasa mampu menyusun kelima-limanya, juga diperbolehkan. Jika tidak merasa mampu, tidak perlu memaksakan diri untuk melaksanakannya, meskipun akibatnya kenaikan pangkat berhenti sampai dengan IV/a.

Selanjutnya disebutkan bahwa karya tulis/karya ilmiah bagi guru (Depdiknas, 2001:3) adalah sebagai berikut:

  1. Karya tulis/karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survey, dan atau evaluasi.
  2. Karya tulis/makalah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri.
  3. Tulisan ilmiah populer.
  4. Prasaran berupa tinjauan, gagasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan pada pertemuan ilmiah.
  5. Buku pelajaran atau modul.
  6. Diktat pelajaran
  7. Mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah.

Dari tujuh jenis karya tulis ilmiah tersebut, Ibu dan Bapak dapat memilih karya tulis ilmiah yang dirasa paling mampu membuatnya/menulisnya. Guru tidak diwajibkan membuat seluruhnya, bisa salah satu saja, jika tidak mampu tidak perlu membuatnya dengan konsekwensi mandeg di IV/a. Jika mampu boleh membuat semuanya.

Dengan melakukan kegiatan pengembangan profesi, seorang guru pendidikan dasar dan menengah dapat mencapai jenjang IV/e, yang tidak mungkin dicapai oleh dosen tanpa jenjang pendidikan S3.

Sejak diterbitkannya Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, sudah barang tentu setiap guru wajib melaksanakan Permendiknas tersebut. Dalam lampiran Permendiknas, pada tabel 3 tentang Standar Kompetensi Guru Mata Pelajarandi SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK dinyatakan bahwa salah satu kompetensi profesional guru adalah melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran, yang dirinci menjadi beberapa kompetensi sebagai berikut:

  1. Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus
  2. Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan
  3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan
  4. Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

Mengacu pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, setiap guru wajib melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan yang berujung pada peningkatan kualitas pembelajaran.

B. PERMASALAHAN

Menyimak perjalanan karir guru selama ini, nampaknya menjadi tantangan berat bagi Dinas Pendidikan –lebih-lebih Kepala Sekolah-- untuk melakukan punsihment sebagai bentuk reinforcement kepada guru yang pangkatnya berhenti pada IV/a karena tidak melakukan pengembangan profesi. Oleh karena itu beberapa permasalahan yang dapat penulis kemukakan di sini adalah:

  1. Bagaimanakan makna Penelitian Tindakan Kelas dalam pengembangan profesi guru?
  2. Apa manfaat Penelitian Tindakan Kelas dalam pengembangan profesi guru?
  3. Bagaimana guru melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk peningkatan pembelajaran?
  4. Adakah konsekwensi logis bagi guru yang melakukan atau tidak melakukan Penelitian Tindakan Kelas?

C. PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1. Pengertian PTK

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sangat beragam, para ahli dan pakar meninjau PTK dari sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan ini menjadikan kita makin kaya akan pemahaman terhadap PTK.

Trimo (2007), mengutip pendapat Hopkins (1993) yang menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas atau lebih ngetrend disebut classroom action research merupakan kajian sistematik tentang upaya meningkatkan mutu praktik pendidikan oleh sekelompok masyarakat melalui tindakan praktis yang mereka lakukan dan merefleksi hasil tindakannya. Dari pendapat ini dapat diidentifikasi bahwa (1) PTK dilakukan secara sistematis, terencana, mengikuti prosedur baku, tidak asal-asalan; (2) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sedang dilaksanakan, jadi bersifat improvement atau perbaikan/kemajuan; (3) dilakukan oleh sekelompok masyarakat, jadi bersifat kolaboratif, tidak dilakukan oleh peneliti secara perorangan; (4) kegiatannya bersifat praktis sesuai dengan kebutuhan murid dan situasi lingkungan yang berkembang saat itu; (5) hasil penelitian direfleksi, dipantulkan untuk memperoleh gambaran keadaan sebenarnya dibutuhkan oleh murid dan lingkungannya.

Sementara itu Madya (2007) memaparkan bahwa, penelitian tindakan kelas dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal, bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Kita dapat mengenali pendapat Madya bahwa, (1) PTK dilakukan di kelas dalam kegiatan pembelajaran terjadwal, jadi tidak dilakukan tiba-tiba tanpa rencana; (2) PTK dilakukan sesuai dengan situasi kelas, berhubungan dengan pelajaran dan murid yang mengikuti pelajaran, dalam lingkup kecil dan terbatas –misalnya keterampilan menggunakan bor listrik--; (3) apa yang dilakukan dalam PTK oleh guru dan murid secara langsung berhubungan dengan kebutuhan nyata di pasar kerja, bukan mengada-ada, filosofit, dan teoretis.

Sulipan (2008) memberikan batasan Penelitian Tindakan Kelas sebagai suatu kegiatan penelitian dengan mencermati sebuah kegiatan belajar yang diberikan tindakan, yang secara sengaja dimunculkan dalam sebuah kelas, yang bertujuan memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas tersebut. Tindakan yang secara sengaja dimunculkan tersebut diberikan oleh guru atau berdasarkan arahan guru yang kemudian dilakukan oleh siswa. Pengertian PTK oleh Sulipan ini rasanya tidak perlu dikomentari karena sudah jelas, lebih-lebih didukung dengan mengutip pandangan Arikunto (2005) tentang batasan kelas, yaitu:

”Dalam hal ini arti Kelas tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yaitu kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama juga”.

Dengan demikian, Penelitian Tindakan Kelas merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan memperoleh perubahan tingkah laku yang signifikan (nyata, bermakna), melalui serangkaian tindakan dan perlakuan terhadap peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas yang sama.

Pengertian ini menunjukkan bahwa dalam PTK ada perlakuan dan tindakan yang harus dilakukan oleh siswa atau murid sebagai peserta didik yang berujung adanya perubahan tingkah laku siswa –misalnya makin terampil menggunakan las listrik, makin terampil mengelas dalam air dari yang sebelumnya tidak terampil--. Kegiatan PTK tidak dimaknai dalam kelas secara rigid, bisa saja dilakukan di bengkel, di laboratorium, di ”lapangan”, dilakukan oleh siswa-siswa sekelas, sehingga simpulan dan refleksi PTK hanya berlaku untuk kelas yang bersangkutan.

2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Sulipan (2008) menjelaskan bahwa, karakteristik PTK adalah sebagai berikut: (1) didasarkan atas masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran; (2) dilakukan secara kolaboratif melalui kerja sama dengan pihak lain; (3) peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran; dan (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah yang terdiri dari beberapa siklus; (6) yang diteliti adalah tindakan yang dilakukan, meliputi efektifitas metode, teknik, atau proses pembelajaran (termasuk perencanaan, pelaksanaan dan penilaian); (7) tindakan yang dilakukan adalah tindakan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik.

Sementara itu Rustam & Mundilarto (2004) menyatakan bahwa PTK memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Masalah berawal dari guru

2) Tujuannya memperbaiki pembelajaran

3) Metode utama adalah refleksi diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian

4) Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran

5) Guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti

Jika kita simak, kedua pendapat di atas tidak jauh berbeda, justru saling melengkapi karena ada poin-poin yang sama dan ada yang berbeda.

3. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Sumaryanto (2008 dalam infogue.com:2008), prinsip-prinsip PTK antara lain:

1) Tidak mengganggu komitmen mengajar

2) Tidak menuntut waktu khusus

3) Metode mengikuti kaidah ilmiah

4) Masalah riil berasal dari guru

5) Peneliti bersikap konsisten dan selalu ingin memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran (ada motivasi intrinsik)

6) Boleh di luar kelas asal dalam perspektif misi dan visi sekolah

Sedangkan Sulipan (2008) mengingatkan kita agar peneliti memperoleh informasi atau kejelasan tetapi tidak menyalahi kaidah yang ditentukan, perlu kiranya difahami bersama prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas. Secara umum prinsip-prinsip tersebut adalah : (1) tidak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar; (2) metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang berlebihan; (3) metodologi yang digunakan harus reliable sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan; (4) masalah berawal dari kondisi nyata di kelas yang dihadapi guru; (5) dalam penyelenggaraan penelitian, guru harus memperhatikan etika profesionalitas guru; (6) meskipun yang dilakukan adalah di kelas, tetapi harus dilihat dalam konteks sekolah secara menyeluruh; (7) tidak mengenal populasi dan sampel; (8) tidak mengenal kelompok eksperimen dan control; dan (9) tidak untuk digeneralisasikan.

Dengan demikian secara prinsip PTK tidak boleh mengorbankan pembelajaran untuk kegiatan guru yang sedang melaksanakan PTK, justru PTK dilaksanakan guru bersamaan dengan melakukan pembelajaran, misalnya guru Matematika melakukan PTK tentang OPERASIONALISASI (menjumlah, mengurangi, mengalikan, membagi) BILANGAN PECAHAN. Sambil mengajar guru melakukan PTK, mulai dari mengidentifikasi siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar, merencanakan bantuan, dalam pertemuan berikutnya menlaksanakan bantuan, refleksi; begitu selanjutnya dalam beberapa siklus sesuai kebutuhan (paling tidak dua siklus).

4. Tujuan dan Fungsi Penelitian Tindakan Kelas

Tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Ibu/Bapak guru, perilaku murid-murid di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja guru dalam melaksanakan pembelajaran kelas. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas (Madya, 2007a:25).

PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980 dalam Madya, 2007b: 4): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada tiga butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.

Dari paparan poin C.1 sampai dengan C.4, dapat kita tarik suatu simpulan bahwa PTK mempunyai makna strategis dalam pengembangan profesi guru, dalam arti pengembangan profesi melalui kegiatan penelitian untuk memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional, maupun dalam hal tanggung jawab profesi yang harus terus dikembangkan sejalan dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 yaitu melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran, yang mencerminkan kompetensi guru dalam hal (1) Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus, (2) Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan, (3) Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan, dan (4) Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

Jika kompetensi tersebut dapat dicapai dan dimiliki oleh setiap guru, niscaya dinamika pendidikan di sekolah sangatlah bagus dan memiliki masa depan yang cerah dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia (Human Development Index – HDI).

5. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

Rustam dan Mundilarto (2004:2) menyatakan bahwa manfaat PTK bagi guru adalah:

1) Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran

2) Meningkatkan profesionalitas guru

3) Meningkatkan rasa percaya diri guru

4) Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya

Dengan demikian menurut hemat penulis permasalahan nomor 2 dalam makalah ini telah dijawab oleh Rustam dan Mundilarto. Ini berarti PTK mempunyai manfaat dalam pengembangan profesi guru, baik yang menyangkut kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; di sisi lain bermanfaat untuk memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional

6. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan PTK pada umumnya melalui empat tahapan, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Namun perlu diketahui bahwa tahapan pelaksanaan dan pengamatan sesungguhnya dilakukan secara bersamaan. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut.


SIKLUS III

Tahap 1: Perencanaan tindakan

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan (apabaila dilaksanakan secara kolaboratif). Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Bila dilaksanakan sendiri oleh guru sebagai peneliti maka instrumen pengamatan harus disiapkan disertai lembar catatan lapangan. Yang perlu diingat bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Dalam pelaksanaan pembelajaran rencana tindakan dalam rangka penelitian dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan

Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rencana tindakan di kelas yang diteliti. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rencana tindakan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak kaku dan tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan.

Tahap 3: Pengamatan terhadap tindakan

Tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pengamatan ini tidak terpisah dengan pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap 2 dan 3 dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang berstatus juga sebagai pengamat, yang mana ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan "pengamatan balik" terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi.

Tahap 4: Refleksi terhadap tindakan

Tahap ke-4 ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah "refleksi" dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan "dialog" untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan ”self evaluation” yang diharapkan dilakukan secara obyektif. Untuk menjaga obyektifitas tersebut seringkali hasil refleksi ini diperiksa ulang atau divalidasi oleh orang lain, misalnya guru/teman sejawat yang diminta mengamati, ketua jurusan, kepala sekolah atau nara sumber yang menguasai bidang tersebut. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus.

Permasalahan ketiga, yaitu ”Bagaimana guru melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan pembelajaran?”, jawabnya adalah melalui empat tahapan tersebut di atas dalam konteks masing-masing pelajaran yang diampu oleh guru. Dalam kegiatan PTK, guru melakukan kolaborasi (kerja sama) dengan guru yang lain, sehingga peningkatan pembelajaran pun dapat dilakukan secara tim. Misalnya guru Matematika A dalam PTK bekerja sama dengan guru B dan C. Apa yang dilakukan guru A dalam siklus PTK melibatkna guru B dan C, sehingga langsung maupun tidak langsung guru A mempengaruhi B dan C, guru B mempengaruhi A dan C, dan bisa jadi guru C mempengaruhi A dan B. Dengan demikian peningkatan pembelajaran dapat secara langsung berimbas kepada kelas yang diampu guru A, tetapi juga dapat berimbas ke guru B dan C.

D. KAITAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU DENGAN PTK

Pengembangan profesi guru menuntut adanya kegiatan membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, baik itu berupa karya tulis/karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survey, dan atau evaluasi.

Penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan kegiatan guru yang mencerminkan kemampuannya mengembangkan diri dalam arti yang luas. Guru yang aktif melakukan PTK, sudah pasti pembelajarannya nampak aktif, kreatif, dan dinamis. Ia selalu mencari kiat-kiat baru bagaimana ia membelajarkan muridnya, bagaimana ia membelajarkan dirinya sendiri. Hasil-hasil PTKnya dapat dibuat laporan penelitian, artikel di jurnal atau media massa, makalah yang disajikan sebagai prasaran dalam pertemuan ilmiah (seminar), dapat pula untuk memperkaya modul atau diktat yang dibuatnya. Konsekwensi logis dari aktivitasnya ini ia memiliki kemampuan mengembangkan profesinya sebagai guru, mengembangkan kompetensi dirinya sebagaimana dituntut oleh Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Sudah barang tentu ia dengan mudah meniti karir dan profesinya sampai dengan IV/b dan mungkin saja ke IV/e. Hal tersebut merupakan suatu keniscayaan, karena untuk guru diberikan kesempatan mencapai pangkat IV/e dan jabatan fungsional Guru Utama.

Di sisi lain guru yang enggan melakukan pengembangan profesi, lebih-lebih PTK, tidak mungkin pangkatnya melewati jenjang IV/a. Ia kemungkinan besar mengalami kesulitan dalam menulis dan merumuskan gagasannya dalam bentuk karya tulis/karya ilmiah. Mereka inilah yang kelak tergolong sebagai guru yang memperoleh penghargaan karena pengabdiannya dalam bentuk kenaikan pangkat otomatis IV/b ketika menerima SK pensiun.

Kedua hal tersebut merupakan pilihan bagi setiap guru, mau bersusah payah untuk mencapai prestasi IV/b dan seterusnya dengan kerja keras, ataukah berhenti di IV/a. Itulah jawaban dari permasalahan ke-4.

E. AKHIR KATA

Penyajian makalah ini masih sebatas pengantar, awal mula, belum menyentuh jantung hati PTK. Hal ini karena keterbatasan penulis dan waktu kegiatan. Oleh karena itu kegiatan lanjutan baik formal (pelatihan, lokakarya, workshop, kolaborasi PTK dosen dengan guru) maupun informal (konsultasi dan pendampingan) hendaknya terus dijalin oleh SMK Negeri 2 Kudus dengan Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus.

Dosen bukan segala-galanya dalam PTK, bukan sumber utama PTK, namun paling tidak iklim akademik dan budaya meneliti/menulis yang selama ini berkembang di Perguruan Tinggi bisa menular ke luar kampus, termasuk SMK Negeri 2 Kudus.

Semoga.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2001. Petunjuk Praktis Pengembangan Profesi Bagi Jabatan Fungsional Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Proyek Pengembangan Standarisasi dan Profesi Tenaga Kependidikan Menengah Dikdasmen.

Madya, Suwarsih. 2007a. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan – Action Research. Bandung: Alfabeta.

--------. 2007b. Penelitian Tindakan Kelas. Tersedia dalam http://mgmpips.files.wordpress.com/2007/08/penelitian_tindakan_kelas.pdf

Peraturan Menteri Pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: BP Pustaka Citra Mandiri.

Rustam & Mundilarto. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat P2TK KPT. Dirjen Dikti. Depdiknas.

Sulipan. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Actio Research). Tersedia dalam http://www.profesiguru.com/pdf/PENELITIAN%20TINDAKAN%20KELAS-SILN%20dan%20KTI.pdf

Trimo. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (Sebuah Refleksi Pembangkitan Profesionalisme Guru). Tersedia dalam http://re-searchengines.com/1207/trimo,html

Tutorial Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Tersedia dalam http://www.infogue.com/viewstory/2008/06/18/tutprial-menyusun-penelitian-tindakan-kelas-ptk?url

Tidak ada komentar: