Senin, 28 April 2008

Pendekatan Konseling



EKSISTENSIALISME

Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd.

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus


Pendekatan konseling eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, psikoanalisis dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis adalah bahwa kemerdekaan terbatas pada kekuatan-kekuatan, dorongan-dorongan irrasional, dan peristiwa yang telah lewat. Kedudukan behaviorisme adalah bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian sosial budaya. Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan yang kita ambil terbatas pada keadaan eksternal, terapi ini menolak pendapat yang mengatakan bahwa kita ditentukan olehnya. Terapi eksistensial berdasarkan asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya bertanggungjawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Kita adalah penulis atau arsitek hidup kita, oleh karena itu kita sealu lebih dari hanya sekedar korban keadaan. Pandangan eksistensial juga didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan kesehatan dan bukan penyakit/keadaan sakit. Konseling eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan orang seperti halnya model konseling klinis. Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang menderita sakit, melainkan sebagai orang yang bosan hidup atau merasa canggung menjalani kehidupan. Orang-orang semacam itu memerlukan bantuan untuk mensurvai lapangan dan menemukan cara mereka sendiri yang terbaik. Tujuan utama dari terapi eksistensial adalah menantang klien untuk mengenali deretan alternatif serta memilih di antaranya. Sekali klien mulai menyadari kenyataan bahwa selama ini dia telah secara pasif menerima keadaan dan menyerah untuk memulai langkah pembentukan hidupnya sendiri.

Jalan pikiran psikolog dan psikiater eksistensial dipengaruhi oleh sejumlah filosof dan penulis, sampai jauh ke awal abad 19. Tokoh-tokoh yang dimaksud antara lain Fyodor Dostoyesky, Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Martin Heidegger, Jean-Paul Sartre, dan Martin Buber.

Ada banyak aliran dalam gerakan terapi eksistensial. Tidak seorang pun yang bisa dikatakan sebagai pendiri gerakan ini. Namun demikian Ludwig Binswanger, Medard Boss dan Viktor Fankl merupakan tokoh-tokoh awal dari praktek eksistensial dalam psikiatri Eropa. Mesipun mereka tidak bisa diangap sebagai pendiri aliran eksistensial yang utuh, secara umum mereka percaya bahwa terapis harus masuk ke dunia subjektif klien tanpa prasangka bahwa hal itu akan menghalangi pemahaman berdasarkan pengalaman ini.

Binswanger berpendapat bahwa krisis dalam terap biasanya merupakan masalah pilihan yang utama bagi klien. Meskipun pada dasarnya ia mengambil teori psikoanalisis untuk menjelaskan psikosis, dia maju ke arah pandangan eksistensial dari kliennya. Perspektif ini memungkinkan dia untuk memahami pandangan kliennya terhadap dunia serta hal yang serta merta dialami oleh kliennya itu, dan juga makna dari perilaku si klien, sebagai lawan dari tindakannya sebagai terapis untuk secara langsung mengemukakan pandangannya terhadap pengalaman dan perilaku kliennya.

Boss menyelusuri jalan yang sama. Ia sangat dipengaruhi oleh psikoanalisis aliran Freud dan terlebih lagi oleh Heidegger. Minat profesionalnya yang utama adalah mengaplikasikan pandangan falsafah Heidegger pada praktik terapetik, dan ia terutama menaruh perhatiannya pada pengintegrasian metode Freud dengan konsep Heidegger.

Frankl tidak secara sistematik mengakui jasa banyak dari para filosof eksistensial dalam hal mempengaruhi formulasinya sendiri tentang terapi eksistensial (logoterapi). Frankl bereaksi terhadap sebagian besar dari catatan deterministik dan membangun teori dan praktik psikoterapnya pada konsep dasar seperti kebebasan, tanggung jawab, makna dalam hidup, dan pencarian nilai. Ia mengembangkan logoterapi yang artinya ”terapi lewat makna”. Tema sentral yang ada pada karya-karyanya adalah kemauan untuk mendapatkan makna. Menurut Frankl, manusia modern memiliki sarana untuk hidup tetapi sering kali tidak memiliki makna untuk apa hidup ini. Penyakit zaman kita sekarang ini adalah ketidakbermaknaan, atau ”kekosongan eksistensi” yang sering dialami mana kala orang tidak menyibukkan diri dengan rutinitas dan bekerja. Proses terapetik diarahkan pada menantang para individu untuk mendapatkan makna dan tujuan yang dapat dicapai antara lain melalui penderitaan, kerja, dan cinta kasih.

Dari Amerika Serikat, terapis pendekatan eksistensial nampak dalam diri Rollo May dan Irvin Yalom. May adalah psikolog pendukung pendekatan humanistik dalam psikoterapi, dan ia merupakan juru bicara utama bagi pemikiran eksistensialisme Eropa ke dalam teori dan praktik psikoterapetik Amerika. Dikutipnya sejumlah filosof yang telah disebutkan di atas yang telah mempengaruhinya dalam hal pengembangan perspektif eksistensialisme yang teoah dilakukannya. May percaya bahwa psikoterapi seharusnya diarahkan pada menolong orang agar bisa menemukan makna hidupnya dan peduli pada problema berada bukan pada menyelesaikan problema.

Yalom mengemukakan pemikirannya tentang eksistensialisme yang diambilnya dari gagasan para filosof yang telah disebutkan terdahulu, yaitu antara lain:

o dari Dostoyevsky: kreativitas, ketidakbermaknaan, dan maut

o dari Kierkegaard: kecemasan, kreatif, putus asa, rasa takut dan terancam, rasa bersalah, dan ketidakberadaan

o dari Nietzsche: maut, bunuh diri, dan kemauan

o dari Heidegger: keberadaan otentik, kepedulian, maut, rasa bersalah, pertanggungjawaban individual, dan isolasi

o dari Sartre: ketidakbermaknaan, pertanggungjawaban, dan pilihan

o dari Buber: hubungan antar pribadi, perspektif lu-gue dalam terapi, dan transendensi diri

Menurut pendekatan eksistensial, dimensi dasar dari kondisi manusia mencakup (1) kapasitas kesadaran diri; (2) kebebasan dan tangung jawab; (3) menciptakan identitas dirinya dan menciptakan hubungan yang bermakna dengan orang lain; (4) usaha pencarian makna, tujuan, nilai dan sasaran; (5) kecemasan sebagai suatu kondisi hidup; dan (6) kesadaran akan datangnya maut serta ketidakberadaan.



(Bahan Rancangan Ensiklopedi Bimbingan dan Konseling. Susilo Rahardjo. 29 April 2008)

Tidak ada komentar: